BAB I
PENDAHULUAN
Sitologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa pada
pemeriksaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang
spontan sebagai hasil dari pertumbuhan yang terus-menerus sel permukaan, dimana
sel-sel yang paling atas selalu terlepas untuk diganti dengan sel yang lebih
muda. Exfoliasi sel yang terjadi spontan dapat kita temukan misalnya pada:
urine, dahak, cairan ascites dan cairan vagina. Sel-sel tersebut akan mengalami
degenerasi bila tidak segera difiksasi. Pada saat terlepas dari jaringan,
sel-sel tesebut terlepas pula dari tekanan sekelilingnya, hingga akan mengambil
bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat berbeda dari bentuk semula sewaktu
masih berada dalam jaringan.
Sitologi mempunyai arti penting
untuk :
1.
Diagnosa kelainan patologi tertentu dari organ tubuh,
terutama keganasan, yang terpenting adalah diagnosa dini dari kanker, yang
klinis tidak menimbulkan gejala.
2.
Pengaruh hormon ataupun kelainan hormonal dari genetalia
wanita.
3.
Pemeriksaan sex chromatin.
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi dapat
diperoleh dengan cara :
1. Eksfoliasi :
sel-sel yang terlepas secara fisiologis misalnya cairan ascites, kerokan kulit,
saliva.
2.
Scruffing : kerokan pada lapisan mukosa tertentu
sehingga menimbulkan traumatik yang sedikit mungkin, misalnya pap smear,
kerokan dinding hidung.
3.
Brushing : berupa bilasan dari rongga tertentu.
Misalnya bronchial brushing.
4.
Biopsi jaringan biasa / Fine Niddle Aspiration
Bioption (FNAB) : dengan menggunakan jarum diameter 0,5 mm kemudian sel-sel
diperiksa lebih lanjut.
Kanker paru adalah
tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus.
Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada
epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi
pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia.
Sitologi
merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari
sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan
sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan
proses dan sebab peradangan.
BAB II
ISI
Kanker paru
merupakan penyakit keganasan dan penyebab kematian terbanyak ternyata
disebabkan oleh kanker paru. Secara umum, kanker paru dibagi menjadi dua tipe
yaitu small cell lung carcinoma (SCLC) dan non-small cell lung carcinoma
(NSCLC). NSCLC dibagi lagi atas 3 subtipe yaitu large cell carcinoma,
adenokarsinoma, dan karsinoma sel skuamosa.
Sebelum
dimulai pengobatan terhadap kanker paru, harus dapat dibedakan apakah kasus ini
merupakan NSCLS atau SCLC. Dalam hal ini sitologi dan histopatologi memegang
peranan penting dalam menentukan terapi. Teknik sitologi merupakan teknik yang
cukup aman, ekonomis dan cepat mendapatkan hasil. Diagnosis sitologi dapat
dipakai sebagai diagnosis pembanding yang saat ini sudah luas digunakan dengan
menggunakan teknik bronkoskopi.
A. Definisi
Efusi Pleura Ganas (EPG)
Dinamakan
sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui
biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi.
Dari
sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah diduga kuat
bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun belum dapat
ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura tersebut maka
efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker atau disebut
sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan langsung
pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura tersebut belum
dapat diketahui.
Istilah efusi paramalignan diberikan
untuk efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap
pleura tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi
post-obstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, obstruksi
duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi
transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya
kadar tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia.
Efusi pleura ganas (EPG) dapat
dibagi dalam 3 kelompok :
a. Efusi pleura
yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan atau histologi
biopsi pleura
b. Efusi pleura
pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor ganas dari intra
toraks maupun ekstra toraks.
c. Efusi pleura
yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak responsif terhadap
pengobatan anti infeksi
Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala,
terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas adalah
gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak.
Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena
penurunan compliance
paru,
menurunnya volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah
kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri
dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal, batuk, batuk darah,
anoreksia, dan berat badan turun.
B.
Patofisiologi
Patofisiologi efusi pleura ganas
belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme
efusi pleura ganas itu.
Akumulasi efusi di rongga pleura
terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi
yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau
viseral. Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang
berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen
atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh
pembuluh limfe pada pleura parietal
akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga
pleura.Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan
oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor -α
(TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor
(VEGF).
Efusi pleura ganas juga dikaitkan
dengan gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan
osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. (Syahruddin E dkk;
2009)
C.
Diagnosa
Diagnosa dapat berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis. Langkah awal yang paling
penting untuk diagnosis efusi pleura ganas adalah memastikan apakah cairan
bersifat eksudat dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain.
Selain itu disingkirkan juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi
bakteri atau penyakit nonkeganasan lain. (Syahrudin E dkk, 2001)
Diagnosa pasti efusi pleura ganas
adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura (sitologi) atau jaringan
pleura (histologi patologi).
Ø Kelebihan pemeriksaan sitologi
-
Mudah, murah, cepat dan sederhana
-
Pendarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri.
-
Dapat dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu
singkat.
-
Dapat dilakukan sebagai tindakan massal.
-
Untuk screening lesi yang derajat keganasannya tinggi
dan tidak menimbulkan stimulasi metastase.
-
Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan,
paru, saluran air kemih, dan lambung.
-
Dapat memberikan hasil positif meskipun pada
pemeriksaan langsung dan palpasi tidak menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat
terdiagnosis meskipun masih dalam stadium in situ.
Ø Kekurangan pemeriksaan sitologi
-
Diagnosa sitologi hanya berdasar perubahan sitoplasma
dan inti sel
-
Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat
kesalahan teknik
-
Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di
permukaan mukosa mulut
-
Hanya untuk lesi yang yang tidak tertutup keratin
tebal
-
Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif
dan hiperkeratotik karena sel-sel abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
-
Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan
keganasan masih perlu dikonfirmasi dengan biopsi
-
Sering kali bahan yang terambil tidak representatif
Diagnosa sitologi sering lebih sukar
daripada diagnosa histologi, oleh karena diagnosa sitologik hanya berdasar pada
keainan-kelainan dari sitoplasma dan inti dan perubahan-perubahan ini hanya
akan berarti bila kelainan-kelainan tersebut dapat dipastikan tidak disebabkan
oleh kesalahan teknis. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan pada pemeriksaan
sitologi perlu adanya kerja sama yang baik antara : pengirim bahan (dokter umum
atau spesiali klinis dengan ahli sitologi). Hal yang perlu diperhatikan oleh
pengirim bahan adalah:
·
Mendapatkan bahan yang representatif dari penderita
dan difiksasi dengan baik.
·
Penjelasan singkat tetapi jelas tentang keadaan
penyakit penderita.
·
Mengirimkan bahan secepatnya ke laboratorium sitologi.
Diagnosa
sitologi baru dapat ditegakkan dengan baik apabila dibantu dengan data klinik
yang lengkap. Untuk membuat diagnosa sitologi, diperlukan adanya team yang
disebut : “The Diagnostic Team” yang terdiri dari :
1.
Penderita.
2.
Dokter (umum atau spesialis klinis).
3.
Sitotechnologist.
4.
Spesialis patologi.
5.
Spesialis sitopatologi.
Kadang-kadang pemeriksaan sitologi
harus dilakukan di rumah sakit, berhubung perlu pengawasan penderita sebelum
pemeriksaan dilakukan, misalnya pada pemeriksaan cairan lambung. Langkah-langkah
yang diambil dalam pemeriksaan sitologi :
1.
pengumpulan bahan yang representatif untuk pemeriksaan
dikerjakan oleh dokter umum atau spesialis klinis.
2.
Pembuatan sediaan apus.
3.
Menentukan adanya sel-sel abnormal.
4.
Interpretasi ynag teliti.
5.
Penegasan (konfirmasi) dengan biopsi, disusul dengan
pengobatan.
D.
Prosedur
a. Persiapan preparat apus
Bahan yang
diambil untuk preparat apus yang dipakai adalah cairan pleura oleh karena
cairan ini encer serta mengandung sedikit sel maka dilakukan centrifuge
(pemusingan) dalam waktu tertentu sehingga tampak endapan dengan cairan yang
jernih. Kemudian cairan ini secara hati-hati dibuang. Endapannya dipisahkan ke
objek glass dengan pipet atau alat yang serupa kemudian dilakukan apusan dengan
menggunakan salah satu sisi objek glass yang lain. Setiap sediaan, baik yang
berasal dari sediaan langsung maupun hasil pemusingan haruslah mempunyai hasil
yang baik untuk dapat dilihat dibawah mikroskop.
b. Fiksasi untuk bahan pemeriksaan sitologi
Untuk
memeriksa struktur sel dengan jelas dan dengan perubahan yang minimal perlu
suatu proses yang disebut sebagai fiksasi. Bahan fiksasi ini akan mengeraskan
sel sehingga tahan terhadap berbagai reagen yang akan diberikan dan merubah
susunan protein degenerasi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri..
Metode yang
ditemukan oleh Papaniculaou untuk keperluan sitologi eksfoliatif sangat mudah.
Metode ini efektif oleh karena penetrasi yang cepat dari sel oleh fiksasi yaitu
larutan eter dan etil alkohol 95% dalam volume yang sama. Jika bahan yang segar
difiksasi dengan segera perubahan sel akan minimal. Selanjutnya komposisi bahan
fiksasi ini digunakan untuk pengecatan Papaniculaou.
Segera
setelah bahan siap, celupkan bahan tersebut tanpa dikeringkan kedalam larutan
eter alkohol sampai akan dilakukan pengecatan. Sebelum difiksasi sediaan tidak
boleh kering oleh karena dapat menyebabkan kerusakan sel dan hilangnya afinitas
untuk pewarnaan.
c. Pengecatan
1. Pindahkan sediaan dari eter alcohol tanpa pengeringan
ke dalam tempat yang berisi alcohol 95%.
2. Masukkan ke dalam larutan 0,5% celloidin dalam eter
alcohol selama 2 menit.
3. Masukkan ke dalam etil alcohol 80%, 10 celupan.
4.
Masukkan ke dalam etil alcohol 70%, 10 celupan.
5.
Masukkan ke dalam etil alcohol 50%, 10 celupan.
6.
Masukkan ke dalam larutan aquadest 10 celupan.
7. Masukkan kedalam larutan Harris hematoxylin yang
diencerkan dengan aquadest dalam volume yang sama selama 6 menit.
8. Masukkan ke dalam aquadest, cuci di 2 tempat untuk
menghilangkan sisa warna smapai bersih di air mengalir.
9.
Masukkan ke dalam larutan HCl 0,25% 6 celupan.
10. Dibilas pada
air kran yang mengalir selama 10 celupan.
11. Masukkan ke
dalam lithium 10 celupan, cuci lagi dengan air 10 celupan.
12. Masukkan
dalam larutan etil alcohol 50% 10 celupan.
13. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 70% 10 celupan.
14. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 80% 10 celupan.
15. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 95% 10 celupan.
16. Masukkan ke
dalam larutan OG-6 selama 3 menit.
17. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 95%, cuci dalam 2 tempat 10 celupan, akan tetapi
tidak boleh direndam dalam alcohol tersebut.
18. Masukkan
dalam larutan EA-36, (EA-50) atau EA-65 bisa bergantian selama 3 menit.
19. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 95%, cuci dalam 2 tempat dan dikocok 10 celupan.
20. Masukkan ke
dalam larutan etil alcohol 100%, celupkan atau hapus dengan kertas serap, untuk
menghilangkan alcohol.
21. Masukkan
dalam larutan xylol 3 menit. Tutup objek glass dengan deck glass.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar