Sabtu, 22 Februari 2014

CAIRAN PLEURA

BAB I
PENDAHULUAN

Sitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa pada pemeriksaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang spontan sebagai hasil dari pertumbuhan yang terus-menerus sel permukaan, dimana sel-sel yang paling atas selalu terlepas untuk diganti dengan sel yang lebih muda. Exfoliasi sel yang terjadi spontan dapat kita temukan misalnya pada: urine, dahak, cairan ascites dan cairan vagina. Sel-sel tersebut akan mengalami degenerasi bila tidak segera difiksasi. Pada saat terlepas dari jaringan, sel-sel tesebut terlepas pula dari tekanan sekelilingnya, hingga akan mengambil bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat berbeda dari bentuk semula sewaktu masih berada dalam jaringan.
Sitologi mempunyai arti penting untuk :
1.      Diagnosa kelainan patologi tertentu dari organ tubuh, terutama keganasan, yang terpenting adalah diagnosa dini dari kanker, yang klinis tidak menimbulkan gejala.
2.      Pengaruh hormon ataupun kelainan hormonal dari genetalia wanita.
3.      Pemeriksaan sex chromatin.
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi dapat diperoleh dengan cara :
1.      Eksfoliasi : sel-sel yang terlepas secara fisiologis misalnya cairan ascites, kerokan kulit, saliva.
2.      Scruffing : kerokan pada lapisan mukosa tertentu sehingga menimbulkan traumatik yang sedikit mungkin, misalnya pap smear, kerokan dinding hidung.
3.      Brushing : berupa bilasan dari rongga tertentu. Misalnya bronchial brushing.
4.      Biopsi jaringan biasa / Fine Niddle Aspiration Bioption (FNAB) : dengan menggunakan jarum diameter 0,5 mm kemudian sel-sel diperiksa lebih lanjut.
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.



BAB II
ISI

Kanker paru merupakan penyakit keganasan dan penyebab kematian terbanyak ternyata disebabkan oleh kanker paru. Secara umum, kanker paru dibagi menjadi dua tipe yaitu small cell lung carcinoma (SCLC) dan non-small cell lung carcinoma (NSCLC). NSCLC dibagi lagi atas 3 subtipe yaitu large cell carcinoma, adenokarsinoma, dan karsinoma sel skuamosa.
Sebelum dimulai pengobatan terhadap kanker paru, harus dapat dibedakan apakah kasus ini merupakan NSCLS atau SCLC. Dalam hal ini sitologi dan histopatologi memegang peranan penting dalam menentukan terapi. Teknik sitologi merupakan teknik yang cukup aman, ekonomis dan cepat mendapatkan hasil. Diagnosis sitologi dapat dipakai sebagai diagnosis pembanding yang saat ini sudah luas digunakan dengan menggunakan teknik bronkoskopi.
A.    Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi.
Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura tersebut belum dapat diketahui.
Istilah efusi paramalignan diberikan untuk efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi post-obstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, obstruksi duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia.
Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok :
a.       Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan atau histologi biopsi pleura
b.      Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.
c.       Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak responsif terhadap pengobatan anti infeksi
Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun.

B.     Patofisiologi
Patofisiologi efusi pleura ganas belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme efusi pleura ganas itu.
Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau viseral. Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura  parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga pleura.Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor -α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Efusi pleura ganas juga dikaitkan dengan gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. (Syahruddin E dkk; 2009)

C.     Diagnosa
Diagnosa dapat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis. Langkah awal yang paling penting untuk diagnosis efusi pleura ganas adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit nonkeganasan lain. (Syahrudin E dkk, 2001)
Diagnosa pasti efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi).
Ø  Kelebihan pemeriksaan sitologi
-        Mudah, murah, cepat dan sederhana
-        Pendarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri.
-        Dapat dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu singkat.
-        Dapat dilakukan sebagai tindakan massal.
-        Untuk screening lesi yang derajat keganasannya tinggi dan tidak menimbulkan stimulasi metastase.
-        Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih, dan lambung.
-        Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan palpasi tidak menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat terdiagnosis meskipun masih dalam stadium in situ.
Ø  Kekurangan pemeriksaan sitologi
-        Diagnosa sitologi hanya berdasar perubahan sitoplasma dan inti sel
-        Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat kesalahan teknik
-        Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut
-        Hanya untuk lesi yang yang tidak tertutup keratin tebal
-        Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkeratotik karena sel-sel abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
-        Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu dikonfirmasi dengan biopsi
-        Sering kali bahan yang terambil tidak representatif
Diagnosa sitologi sering lebih sukar daripada diagnosa histologi, oleh karena diagnosa sitologik hanya berdasar pada keainan-kelainan dari sitoplasma dan inti dan perubahan-perubahan ini hanya akan berarti bila kelainan-kelainan tersebut dapat dipastikan tidak disebabkan oleh kesalahan teknis. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan pada pemeriksaan sitologi perlu adanya kerja sama yang baik antara : pengirim bahan (dokter umum atau spesiali klinis dengan ahli sitologi). Hal yang perlu diperhatikan oleh pengirim bahan adalah:
·         Mendapatkan bahan yang representatif dari penderita dan difiksasi dengan baik.
·         Penjelasan singkat tetapi jelas tentang keadaan penyakit penderita.
·         Mengirimkan bahan secepatnya ke laboratorium sitologi.
Diagnosa sitologi baru dapat ditegakkan dengan baik apabila dibantu dengan data klinik yang lengkap. Untuk membuat diagnosa sitologi, diperlukan adanya team yang disebut : “The Diagnostic Team” yang terdiri dari :
1.       Penderita.
2.       Dokter (umum atau spesialis klinis).
3.       Sitotechnologist.
4.       Spesialis patologi.
5.       Spesialis sitopatologi.
Kadang-kadang pemeriksaan sitologi harus dilakukan di rumah sakit, berhubung perlu pengawasan penderita sebelum pemeriksaan dilakukan, misalnya pada pemeriksaan cairan lambung. Langkah-langkah yang diambil dalam pemeriksaan sitologi :
1.      pengumpulan bahan yang representatif untuk pemeriksaan dikerjakan oleh dokter umum atau spesialis klinis.
2.      Pembuatan sediaan apus.
3.      Menentukan adanya sel-sel abnormal.
4.      Interpretasi ynag teliti.
5.      Penegasan (konfirmasi) dengan biopsi, disusul dengan pengobatan.

D.    Prosedur
a.       Persiapan preparat apus
Bahan yang diambil untuk preparat apus yang dipakai adalah cairan pleura oleh karena cairan ini encer serta mengandung sedikit sel maka dilakukan centrifuge (pemusingan) dalam waktu tertentu sehingga tampak endapan dengan cairan yang jernih. Kemudian cairan ini secara hati-hati dibuang. Endapannya dipisahkan ke objek glass dengan pipet atau alat yang serupa kemudian dilakukan apusan dengan menggunakan salah satu sisi objek glass yang lain. Setiap sediaan, baik yang berasal dari sediaan langsung maupun hasil pemusingan haruslah mempunyai hasil yang baik untuk dapat dilihat dibawah mikroskop.
b.      Fiksasi untuk bahan pemeriksaan sitologi
Untuk memeriksa struktur sel dengan jelas dan dengan perubahan yang minimal perlu suatu proses yang disebut sebagai fiksasi. Bahan fiksasi ini akan mengeraskan sel sehingga tahan terhadap berbagai reagen yang akan diberikan dan merubah susunan protein degenerasi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri..
Metode yang ditemukan oleh Papaniculaou untuk keperluan sitologi eksfoliatif sangat mudah. Metode ini efektif oleh karena penetrasi yang cepat dari sel oleh fiksasi yaitu larutan eter dan etil alkohol 95% dalam volume yang sama. Jika bahan yang segar difiksasi dengan segera perubahan sel akan minimal. Selanjutnya komposisi bahan fiksasi ini digunakan untuk pengecatan Papaniculaou.
Segera setelah bahan siap, celupkan bahan tersebut tanpa dikeringkan kedalam larutan eter alkohol sampai akan dilakukan pengecatan. Sebelum difiksasi sediaan tidak boleh kering oleh karena dapat menyebabkan kerusakan sel dan hilangnya afinitas untuk pewarnaan.
c.       Pengecatan
1.  Pindahkan sediaan dari eter alcohol tanpa pengeringan ke dalam tempat yang berisi alcohol 95%.
2.   Masukkan ke dalam larutan 0,5% celloidin dalam eter alcohol selama 2 menit.
3.     Masukkan ke dalam etil alcohol 80%, 10 celupan.
4.     Masukkan ke dalam etil alcohol 70%, 10 celupan.
5.     Masukkan ke dalam etil alcohol 50%, 10 celupan.
6.     Masukkan ke dalam larutan aquadest 10 celupan.
7.  Masukkan kedalam larutan Harris hematoxylin yang diencerkan dengan aquadest dalam volume yang sama selama 6 menit.
8.   Masukkan ke dalam aquadest, cuci di 2 tempat untuk menghilangkan sisa warna smapai bersih di air mengalir.
9.      Masukkan ke dalam larutan HCl 0,25% 6 celupan.
10.  Dibilas pada air kran yang mengalir selama 10 celupan.
11. Masukkan ke dalam lithium 10 celupan, cuci lagi dengan air 10 celupan.
12.   Masukkan dalam larutan etil alcohol 50% 10 celupan.
13. Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 70% 10 celupan.
14. Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 80% 10 celupan.
15. Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 95% 10 celupan.
16.  Masukkan ke dalam larutan OG-6 selama 3 menit.
17. Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 95%, cuci dalam 2 tempat 10 celupan, akan tetapi tidak boleh direndam dalam alcohol tersebut.
18.  Masukkan dalam larutan EA-36, (EA-50) atau EA-65 bisa bergantian selama 3 menit.
19.  Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 95%, cuci dalam 2 tempat dan dikocok 10 celupan.
20. Masukkan ke dalam larutan etil alcohol 100%, celupkan atau hapus dengan kertas serap, untuk menghilangkan alcohol.
21. Masukkan dalam larutan xylol 3 menit. Tutup objek glass dengan deck glass.


BAB II
PENUTUP

Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Kanker paru merupakan penyakit keganasan dan penyebab kematian terbanyak ternyata disebabkan oleh kanker paru. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan sitologi. Sampel yang kami kerjakan adalah sampel pleura, kemudian dilakukan penanganan sampel sampai dijadikan preparat apus. Dari preparat yang dibuat, diamati dan ditemukan sel abnormal yang mengindikasikan keganasan.



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan Sitologi. Bandung : FKUI.
Syahruddin E, Marleen FS. Hodoyo A. Endarjo S. Ekspresi Protein Bcl-2 Pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. J Respir Indo.29; 2009
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22561/4/Chapter%20I.pdf
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laboratorium Parasitologi Representatif

BAB I PENDAHULUAN Parasitologi adalah adalah suatu ilmu cabang biologi yang mempelajari tentang semua organisme parasit. Dalam ...