Bakteri
pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen
dan bakteri pembusuk. Bakteripembusuk seperti Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Akanmenguraikan protein menjadi asamamino dan merombak
lemak denganenzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara
lain adalah B. cereus, B. subtilis,dan
B.licheniformis.Beberapa kerusakan
pada susu yangdisebabkan oleh cemaran mikroorganisme antara lain:
1. Pengasaman
dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi laktosa menjadi asam laktat
sehingga pH susumenurun dan kasein menggumpal.
2. Susu
berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir
akibat pengeluaran bahanseperti kapsul dan bergetah olehbeberapa jenis bakteri.
3. Penggumpalan
susu tanpa penurunanpH yang disebabkan oleh bakteri B. cereus.
Salmonella sp.
merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu. Bakteri tersebut
dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses.
Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentanterkontaminasi Salmonella sp. Strain Salmonella enteritidis sering mengontaminasi
susu, di samping Salmonellatyphimurium.
Beberapa peneliti telahmelaporkan kontaminasi Salmonella sp.pada susu (Sarati 1999).
Patogenesis
Salmonella sp. saat inibelum
diketahui dengan pasti, namun dalam menimbulkan infeksi bersifat invasif dengan
cara menembus sel-sel epitel usus dan merangsang terbentuknya sel-sel radang.Salmonella sp. juga berpotensi menghasilkan
toksin yang bersifat tidak tahan panas.
Pada
kasus keracunan setelah minum susu, S.
aureus sering dilaporkan sebagai penyebabnya. Hal yang penting dari S. aureus adalah menghasilkan toksin yang
bersifat tahan panas. S.aureusmenghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan mual, muntah, dan diare dan kasus tersebut
disebut intoksikasi. Kasus intoksikasi terjadi karena mengonsumsi makanan atau
minuman yang mengandung toksin.
Kelompok
bakteri berspora yang berpotensi mencemari susu salah satunya adalah B. cereus. Spora yang dihasilkan B. cereus tahan terhadap pasteurisasi. B.cereus menghasilkan dua macam toksin, yaitu
emetik dan diare. Toksin emetik bekerja dengan cara menstimulasi sel syaraf vagus
aferen melalui ikatan dengan reseptor 5-HT3 (Agata et al. 1995). Toksin emetik
merupakan lipida dan bersifat hidrofobik sehingga tahan terhadap pengaruh enzim
tripsin dan pepsin. Pada PH 2-11, toksin tersebut masih stabil, serta tahan pada
suhu 121°C selama 90 menit.Toksin emetik terbentuk pada saat
B.cereusmengalami germinasi
(Agata et al.1995). Toksin emetik juga disebut dengan cereulide, terdiri atas
struktur cincin dari tiga ulangan empat asam amino atau disebut dengan asamoksi.
Struktur cincin ini memiliki bobot molekul 1,2 kDa dan berhubungan dengan
potassium ionophore valinomycin
(Shinagawa et al. 1991).
Langkah
Pengendalian
a. Pasteurisasi
Adala pengolahan susu yang telah mengalami pemanasan
di bawah suhu 100°C. Standart pasteurisasi menggunakan suhu 62°C selama 30
menit atau 71°C selama 15 detik. Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen. Namun, melalui
pasteurisasi bakteri yang berspora masih tahan hidup sehingga susu pasteurisasi
hanya memiliki masa kedaluwarsa sekitar satu minggu. Pasteurisasi tidak
mengubah komposisi susu sehingga komposisinya masih setara susu segar
(Jay1996).
b. Ultra
high temperature(UHT)
Susu UHT adalah susu yang diolah dengan cara
pemanasan melebihi proses pasteurisasi, umumnya mengacu pada kombinasi waktu
dan suhu tertentu dalam rangka memperoleh produk komersil yang steril.
Sterilisasi dilakukan pada pemanasan dengan temperatur 137-140°C selama 2-5
detik.
Susu yang melalui proses UHT akan memiliki masa
kedaluwarsa lebih panjang dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Susu dengan
proses UHT akan steril karena bakteri pembusuk, patogen, dan berspora akan mati
sehingga susu aman dikonsumsi. Kasus keracunan setelah minum susu yang
disebabkan oleh S.aureus terjadi
karena kontaminasi selama penyimpanan maupun proses produksi.
c. Penggunaan
Bakteriosin
Penggunaan Bakteriosinmerupakan anti mikroba yang
digunakan untuk menonaktifkan mikroba. Pengendalian bakteri patogen dapat
dilakukan dengan kombinasi antara bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam
laktat dan suhu tinggi. Cara ini sudah diterapkan pada industri keju diSpanyol (Arques
et al.2005). Nisin dan bakteriosin merupakan Koloni S. aureuspada media BAP umur 24 jam (David 1999). Antimikroba yang
dihasilkan oleh Lacto coccus lactis
sub sp. Lactis yang dapat menekanB.
cereus dalam susu. Nisin merupakan antimikroba alami yang sudah lama
digunakan untuk mengendalikan pembusuk dalam proses pasteurisasi susu sehingga
sel vegetatif dan spora B. cereus
tidak aktif (Wandling et al.1999).
Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar Nomor 01-3141-1998, syarat susu
segar antara lain adalah:
1. Tanda-tanda
organoleptik tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan,
bau dan rasa khas susu sertakonsistensi normal
2. Kandungan
protein minimal 2,70% dan lemak minimal 3%, dan
3. Cemaran
mikroba maksimum 1 juta cfu/ml.
Pemeriksaan
Bakteriologis
1. Total
Plate Count(TPC)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan
peme-riksaan TPC perlu dilakukan untuk me-ngetahui kualitas susu. Jumlah TPC
>106cfu/ml menyebabkan mikroba cepatberkembang dan toksin sudah terbentuk.
Susu akan cepat rusak apabila disimpan pada
suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat pengumpul susu
jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin (Jayarao et al.2006). Sebagian industri
pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >106cfu/ml.Pemeriksaan
TPC dapat dilakukan denganmetode hitungan cawan (AOAC 1996).
2. Coliform
Coliform
merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya. Coliform termasuk bakteri yang dikeluarkan dari saluran pencernaan
hewan dan manusia. Pemeriksaan koliform dapat menggunakan metode Most Probe
Number (MPN) dan hitungan koloni dalam cawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar