Minggu, 23 Februari 2014

BAKTERIOLOGI MAKANAN


BAB I
PENDAHULUAN

KASUS
Suara Merdeka, 13 Februari 2013
Di  Brebes, 11 warga Desa Karangmalang Kecamatan Ketanggungan dilarikan ke Puskesmas dan PKU Muhammadiyah setempat untuk mendapatkan perawatan karena berisi daging ayam keracunan nasi bungkus. Gejala dan tanda keracunan makanan yang dialami oleh mereka adalah kram perut, mual, muntah, diare dan demam atau pusing (sakit kepala). Yang memerlukan perawatan di Puskesmas maupun Rumah sakit, biasanya karena dehidrasi (kekurangan cairan) akibat muntah dan diare yang terus menerus.
Keluhan kram perut, mual, muntah dan pusing terjadi selang waktu satu jam setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Sedangkan gejala diare (berak-berak dengan frekuensi lebih 5x, konsitensi feses lembek, kadang hanya air yang keluar, kadang campur lendir dan darah) baru akan timbul 3 jam setelah mengonsumsi makanan tersebut.
A.      BAKTERI PADA MAKANAN
Penyakit asal makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan disebarkan melalui makanan menurut dua mekanisme berikut :
1.    Mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan.
2.    Mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin (produk toksik bakteri yang disintesis dan disekresikan oleh bakteri hidup) dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang memakannya.

B.     BAKTERI PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN
1.    Salmonella sp(Salmonellosis)
Infeksi oleh bakteri genus Salmonella yang disebut Salmonellosis menyerang saluran gastrointestinal yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar.
Setelah mengonsumsi makanan yang tercemar dengan Salmonella sp akan timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer atau berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Seringkali mual dan muntah, demam dengan suhu 38-39 derajat celcius umum terjadi. Gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella.
Beberapa spesies Salmonella dapat menyebabkan infeksi makanan. Termasuk di dalamnya adalah Salmonella enteritidisvar typhimurium dan varietas-varietas lain serta Salmonella choleraesuis. Bakteri ini adalah Gram negatif batang, memiliki flagel, dan tidak membentuk spora. Dapat memfermentasi glukosa tetapi tidak memfermentasi laktosa atau sukrosa.
EPIDEMIOLOGI
Terinfeksinya manusia oleh Salmonella hampir selalu disebabkan karena mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus susu, daging cincang, sosis unggas, dan telur. Walaupun penularan dari orang sakit dapat mencemari makan dan minuman, sumber Salmonellosis merupakan hewan tingkat rendah. Banyak spesies Salmonella terdapat secara alamiah pada ayam, bebek, binatang pengerat, kucing, anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan seringkali menjadi sumber bagi infeksi pada manusia.
DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya bakteri penyebabnya dari feses. Bakteri ini harus sama dengan yang diisolasi dari makanan yang dicurigai. Penggunaan media selektif seperti Mac Conkey merupakan prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya kemudian dilakukan dengan uji biokimia.

2.    Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik. Staphylococcus adalah organisme yang umumnya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit. Oleh karena itu mudah untuk memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang yang mengolah makanan yang merupakan penular atau yang menderita infeksi patogenik. Karena merupakan tipe peracunan makanan yang paling umum, dan untungnya lamanya sakit hanya sebentar (8-48 jam).
Gejala akan segera terlihat setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya akan terdapat gejala mual, pusing, muntah, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan.dan diare muncul 2-6 jam setelah mengonsumsi makanan tercemar itu.Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanadarah.
Hanya galur-galur tertentu dari Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin. Pada umumnya galur ini adalah koagulase positif yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat. Enterotoksin yang dihasilkan panas, tidak berubah walau didihkan selama 30 menit. Dibiarkannya makanan yang tercemar pada suhu kamar selama 8-10 jam, cukup untuk menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai untuk menyebabkan keracunan pada makanan. Walaupun makanan ini disimpan selama berbulan-bulan di almari es, toksinnya tidak akan termusnahkan. Jika dimasak kembali, tidak akan mengurangi toksin tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Pada perjangkitan peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat ditunjukkan bahwa galur Staphylococcus  di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan orang yang menangani  makanan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus dengan baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya dengan penyakit itu ialah kue-kue yang diisi saus dari telur dan susu, daging olahan seperti ham dan lain-lain. Makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang banyak, biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal.
DIAGNOSA
Diagnosis dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium di bawah mikroskop dengan ditemukannya Gram positif coccus dalam jumlah banyak pada preparat pengecatan Gram yang disiapkan dari makanan yang dicurigai. Dapat juga dibuat biakan dari makanan tersebut untuk  melihat ada tidaknya Staphylococcus. Metode untuk menguji enterotoksin didasarkan pada reaksi serologis, seperti teknik difusi gel dan antibodi fluoresens.

3.      Clostridium botulinum (Botulism)
Botulism adalah penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri. Organisme penyebabnya adalah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena makan toksin Clostridium botulinum yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna seperti yang dijumpai pada makanan kaleng. Gejala penyakit ini biasanya timbul sekitar 12-48 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, biji mata melebar, pengelihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Clostridium botulinum merupakan Gram positif batang yang menghasilkan spora tahan panas. Sporanya membentuk telur, letaknya sub terminal, dan sedikit membengkok sehingga memberikan bentuk menggelembung pada sel. Clostridium botulinum dapat bergerak dengan flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
EPIDEMIOLOGI
Makanan yang dikaitkan dengan Botulism biasanya adalah makanan yang telah mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan seperti pengalengan, pembuatan acar dan pengasapan.
DIAGNOSA
     Cara utama untuk memperkuat diagnosis Botulism di laboratorium ialah menunjukkan adanya toksin Clostridium botulinumdalam serum atau feses penderita atau makanan yang dimakan. Suntikan intraperitoneal akan mengakibatkan hewan mencit mati karena mencit sangat peka dengan toksin tersebut.

4.      Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan penyebab keracunan makanan. Penyakit ini disebabkan karena makanan yang tercemari organisme tersebut dan dibiarkan pada temperatur yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan vegetatif. Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemarbentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akanmenghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjutselama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu(terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe, tipe A sampai tipe F. Berdasarkan pada toksinnya yang secara antigenik berbeda dengan yang dihasilkan setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan peracunan makanan oleh Clostridium perfringens. Organisme ini berbentuk Gram positif batang membentuk spora anaerobik. Peracunan makanan disebabkan oleh sel vegetatif pada waktu membentuk spora si rongga usus.
DIAGNOSA
Hasil pemeriksaan klinis dan epidemiologis akan ditunjang oleh diagnosis laboratorium bila ditemukan sejumlah besar Clostridium perfringens dalam biakan aerobik makanan yang tercemar. Berhasil diisolasinya organisme yang sama dari makanan yang dicurigai dan dari feses penderita merupakan bukti lain yang disimpan sebelum dikonsumsi.

5.      Vibrio parahemolyticus
Vibrio parahemolyticusadalah suatu bakteri anaerobik fakultatif Gram negatif dan halofilik (suka garam). Merupakan penyebab gastroenteritis akibat mengonsumsi makanan laut. Masa inkubasi peracunan makanan ini adalah 2-48 jam. Gejala utamanya adalah sakit perut, diare, mual, dan muntah. Seringkali disertai sedikit demam dan kedinginan.
DIGNOSA
Diagnosis laboratoris ditunjukkan terhadap isolasi Vibrio parahemolyticusdari feses atau muntah penderita dari makanan yang dicurigai. Pada umumnya cara pencegahan terbaik adalah penyimpanan makanan dalam lemari es serta pemasakan makanan laut dengan semestinya.
6.      Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif,bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkandiare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
·           Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, makagejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual,nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsipangan.
·           Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelahmengkonsumsi pangan yang tercemar.
EPIDEMIOLOGI
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentangtumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasiltoksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.

7.      Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarahpanas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora,kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyaikapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakanstrain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia,seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakantipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yangtercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dancemaran fekal pada air dan pangan.
GEJALA KERACUNAN
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa kasusdapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari,sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.

C.    PENGENDALIAN MIKROORGANISME DALAM BAHAN PANGAN
Sebagian bahan pangan akan segera dirombak atau dirusak oleh mikroorganisme, kecuali bila diawetkan. Metode modern pengawetan bahan makanan menggunakan proses konvensional yang sudah diperbaiki, seperti pengasinan, pengeringan, dan pengasapan. Metode pengawetan bahan pangan dapat dirangkum sebagai berikut :
1.      Penanganan Aseptik
Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan, dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan makanan, dan memperkecil kemungkinan adanya bakteri patogen. Pengepakan kemasan makanan, pengalengan makanan yang telah diolah, dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik.

2.      Penyingkiran Mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat dengan tekaanan positif atau negatif melalui saringan “tipe bakteri” yang steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat alir serta menyingkirkan mikroorganisme.
3.      Suhu Tinggi
Pemanfaatan suhu tinggi merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang paling aman dan paling diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk memusnahkan mikroorganisme yang ada dalam produk pangan dalam kaleng, botol untuk membatasi masuknya mikroorganisme.
a.       Pengalengan
Pengalengan merupakan metode dasar bagi sterilisasi bahan makanan.
b.      Uap Bertekanan
uap bertekanan merupakan metode pengawetan makanan yang paling efektif karena dapat mematikan semua sel vegetatif dan spora. Pengawetan pangan dengan memanfaatkan panas membutuhkan pengetahuan tentang banyak faktor terutama resistensi mikroorganisme dan spora terhadap panas.
c.       Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan istilah proses pemanasan setiap partikel susu atau bahan olahan dari susu sampai suhu kira-kira 62,80Celcius dan mempertahankannya secara terus menerus di atas suhu ini kira-kira 30 menit, atau sampai pada suhu kira-kira 71,70Celcius.
4.      Suhu Rendah
Suhu 00 C atau lebih rendah dapat menghambat pertumbuhan dan kegiatan metabolik mikroorganisme untuk jangka waktu lama. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu ditingkatkan studi mengenai mikroorganisme pada suhu rendah untuk dapat mengerti dengan lebih baik mengenai kemampuannya bertahan hidup, pertumbuhan, serta kegiatan metaboliknya.
5.      Dehidrasi
Dehidrasi adalah peniadaan air. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti misalnya sinar matahari, pemanasan, atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
Dehidrasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan terutama untuk menghambat pertumbuhan, mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh. Pertumbuhannya dapat dicegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya sampai di bawah titik kritis.
6.      Bahan Kimia
Secara hukum hanya beberapa zat kimia yang boleh digunakan untuk pengawet makanan. Diantara yang paling efektif adalah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat, dan propionat.
7.      Radiasi
Sterilisasi dengan radiasi merupakan suatu usaha pengawetan bahan makanan. Cara ini dapat membawa perubahan radikal dalam metode industri untuk pengolahan pangan. Sinar ultraviolet telah digunakan untuk mengurangi dan menginaktifkan mikroorganisme.

D.    PENCEGAHAN KERACUNAN PANGAN
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteripatogen adalah:
a.    Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b.    Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c.    Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelahdigunakan.
d.   Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e.    Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untukmencegah terjadinya kontaminasi silang.
f.     Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnyatelah rusak atau menggembung.
g.    Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h.    Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegahterjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
i.      Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
j.      Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Prosespemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (>700C) selama minimal 20 menit.
k.      Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhupenyimpanan di bawah 50C).



BAB II
PEMBAHASAN

Dari kasus di atas, 11 warga diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi nasi bungkus yang berisi daging ayam. Gejala yang dialami oleh mereka adalah kram perut, mual, muntah, diare dan demam atau pusing (sakit kepala).Keluhan kram perut, mual, muntah dan pusing terjadi selang waktu satu jam setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Sedangkan gejala diare (berak-berak dengan frekuensi lebih 5x, konsitensi feses lembek, kadang hanya air yang keluar, kadang campur lendir dan darah) baru akan timbul 3 jam setelah mengonsumsi makanan tersebut.

A.    PEMERIKSAAN BAHAN MAKANAN SECARA MIKROBIOLOGIS
Prosedur mikrobiologis untuk pemeriksaan bahan makanan memenfaatkan teknik mikroskopis dan metode pembiakan. Bermacam-macam media selektif dan differential digunakan secara ekstensif untuk memudahkan isolasi dan perhitungan tipe mikroorganisme tertentu. Macam pemeriksaan yang dilakukan ditentukan oleh tipe produk pangan yang akan diperiksa dan tujuan pemeriksaan.

B.      PERLAKUAN SAMPEL
1.      Sampel Makanan
Dari sampel makanan dapat diperiksa menggunakan metode serial dilusi (pengenceran) setelah itu dilakukan perhitungan koloni pada hitung cawan (NA plate). Pada perhitungan dengan cawan diperlukan pengenceran agar koloni yang dihitung sesuai dengan standar, yaitu 30-300 koloni.
Prosedur serial dilusi :
Sampel di timbang (10 g) + NaCl 0,9 % 90 ml è blender (haluskan). Kemudian dilakukan perhitungan koloni pada cawan untuk mengetahui jumlah koloni/gram sampel. Dari kasus di atas diperkirakan jumlah koloni/gram sampel melebihi batas maksimum yang diperbolehkan dari Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang Jenis dan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tanggal 28 Oktober 2009 yang menyangkut tentang pangan olahan lainnya menyebutkan bahwa standar makanan jumlah bakteri/gram sampel adalah 1x104 koloni/gram. Sehingga makanan tersebut tidak sehat dan tidak layak untuk dikonsumsi.
2.      Sampel Muntahan dan feses
Sampel muntahan dan feses dapat diperiksa dengan kultur kemudian di tanam /di inokulasi pada media universal dan diidentifikasi untuk menentukan jenis bakteri yang ada pada muntahan dan feses dengan menggunakan media uji biokimia..




BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan kasus di atas dilakukan pemeriksaan hitung jumlah koloni dengan metode serial dilusi untuk mengetahui kelayakan makanan yang dikonsumsi, apakah penyebab keracunan berasal dari bakteri atau berasal dari bahan kimia. Apabila disebabkan oleh bakteri maka dilakukan identifikasi dari muntahan atau feses penderita untuk mengetahui jenis bakterinya.
Jika dilihat dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari keracunan pada kasus tersebut dapat diperkirakan bahwa bakteri yang ada pada makanan tersebut adalah Vibrio parahemolyticus, Bacillus cereus,  Escherichia coli dan Salmonella sp. Namun, lebih spesifik pada infeksi Salmonella sp.




DAFTAR PUSTAKA

Drs.Koes Irianto.2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2.
Bandung: YRAMA WIDYA.
Petunjuk Dasar Praktikum Mikrobiologi.2008.Purwokerto: Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Sudirman
Andi Muh.Arfah. 2011. Pemeriksaan Bakteriologi Sampel Nasi Kuning di
Warung Sahabat. Makasar : Universitas Hasanuddin
Dr Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laboratorium Parasitologi Representatif

BAB I PENDAHULUAN Parasitologi adalah adalah suatu ilmu cabang biologi yang mempelajari tentang semua organisme parasit. Dalam ...