Senin, 17 Juni 2013

STAPHYLOCOCCUS AUREUS

STAPHYLOCOCCUS AUREUS


                         
Taksonomi/ Klasifikasi
      Divisi               : Procaryotae
      Class                : Schizomycetes
      Ordo                : Eubacteriales
      Famili                : Micrococcaceae
      Genus                : Staphylococcus
      Spesies              : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan spesies dari genus bakteri Staphylococcus, dan termasuk dalam famili Micrococcaceae. Staphylococcus berasal dari kata Yunani yaitu Staphyle yang berarti anggur dan coccus yang berarti bulat atau bola, sedangkan aureus berarti emas seperti matahari. Staphylococcus aureus berarti bakteri yang berbentuk bulat atau bola yang tersusun bergerombol menyerupai buah anggur dan menghasilkan pigmen yang berwarna kuning emas. Staphylococcus bersifat Gram-positif, selnya berdiameter 0,8 – 1,0 mikron , tidak berflagel, dan tidak berspora. Bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen.
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 15-450C dan dalam NaCl berkonsentrasi 15 %. Pembentukan pigmen akan sangat baik jika koloni tersebut tumbuh pada media Nutrien Agar miring. Koloni yang masih sangat muda tidak berwarna. Staphylococcus aureus ini bersifat hemolitik pada agar darah. Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen pada kulit. Infeksinya dapat menyebabkan kelainan pada kulit.

Struktur antigen
Bakteri Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik. Sebagian besar bahan ekstraselluler yang dihasilkan bakteri ini juga bersifat antigenik. Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen adalah polisakarida A dan yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen adalah polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat larut dalam asam triklorasetat. Antigen ini merupakan komponen peptidoglikan yang dapat menghambat fagositosis. Bakteriofaga terutama menyerang bagian ini. Antigen protein A berada di luar antigen polisakarida. Kedua antigen ini membentuk dinding sel bakteri.


Metabolit nontoksin bakteri Staphylococcus aureus
1.      Antigen Permukaan
Antigen ini berfungsi untuk mencegah reaksi serangan faga, mencegah reaksi koagulase dan mencegah fagositosis.
2.      Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan oksalat plasma sitrat plasma karena faktor koagulase reaktif dalam serum. Faktor koagulase reaktif bereaksi koagulase dan menghasilkan suatu esterase yang dapat membangkitkan aktivitas penggumpalan sehingga terjadi deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.
3.      Hiluronidase
Enzim ini terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif. Penyebaran bakteri dipermudah dengan adanya enzim ini. Oleh karena itu enzim ini disebut juga sebagai faktor penyebar.
4.      Fibrinolisin
Enzim ini melisiskan bekuan darah dalam pembuluh darah yang sedang meradang sehingga bagian-bagian bekuan yang penuh bakteri terlepas dan menyebabkan lesi metastatik di tempat lain.
5.      Gelatinase dan Protease
Gelatinase adalah enzim yang dapat mencairkan gelatin. Protease adalah enzim yang dapat menekrosis jaringan termasuk tulang.
6.      Lipase dan Tributirinase
Lipase terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif, tetapi tidak mempunyai peranan yang spesifik. Tributirinase adalah enzim yang dapat menyebabkan terjadi pemisahan lemak dalam perbenihan kaldu yang mengandung glukosa dan kuning telur.
7.      Fosfatase, Lisozim, dan Penicillinase
Patogenitas bakteri berkaitan dengan aktivitas fosfatase dan pembentukan koagulase. Tetapi pemeriksaan fosfatase lebih sulit dilakukan. Lisozim dibuat oleh sebagian besar jenis koagulase positif dan penting untuk menentukan patogenitas bakteri. Penisillinase diproduksi oleh beberapa Staphylococcus untuk mempertahankan diri dari antibiotik beta-laktam.
8.      Peroksidase
Enzim ini dibuat oleh Staphylococcus dan Micrococcus, sedangkan Pneumococcus dan Streptococcus tidak memproduksi peroksidase. Keberadaan enzim ini dapat diketahui dengan menuangkan larutan H2O2 3% pada koloni Staphylococcus berumur 24 jam dan akan timbul gelembung udara.

Eksotoksin bakteri Staphylococcus aureus
1.      α-Hemolisin
Merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membran sel eukariot.
Toksin ini bersifat sebagai berikut :
-          Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba,dan sapi.
-          Tidak melisiskan sel darah merah manusia, karena pada manusia toksin ini sensitif terhadap trombosit dan monosit.
-          Menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.
-          Dapat membunuh manusia dan hewan apabila terdapat dalam dosis yang cukup besar.
-          Menghancurkan sel darah putih kelinci.
-          Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia.
Semua sifat tersebut dapat dinetralkan oleh imunoglobulin G ( IgG ), tetapi tidak dapat dinetralkan oleh IgA dan IgM.
2.      β-Hemolisin
Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang berasal dari hewan. β-hemolisin dapat melisiskan sel darah domba dan sapi. Lisis terjadi setelah inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C dan 18 jam pada suhu 100C. Toksin dapt dibuat toksoid. β-hemolisin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksik untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia

3.      γ-Hemolisin
Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan hewan.
4.      δ-Hemolisin
Toksin ini bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen nonionik. Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan pada penyakit diare akibat Staphylococcus aureus.
5.      Leukosidin
Toksin ini dapat merusak sel darah putih berbagai jenis binatang. Ada tiga tipe leukosidin yaitu :
·         Toksin yang identik dengan α-Hemolisin
·         Toksin yang identik dengan δ-hemolisin, bersifat termostabil, dan menyebabkan perubahan morfologi semua tipe sel darah putih, kecuali yang berasal dari domba.
·         Toksin yang hanya merusak sel darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik. Toksin ini terdapat pada 40 – 50 % jenis Staphylococcus.
6.      Sitotoksin
Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darh putih dan bersifat termostabil.
7.      Toksin eksfoliatin
Toksin Staphylococcus ini merupakan suatu protein ekstraselluler yang tahan panas tetapi tidak tahan asam dan dapat menyebabkan dermatitis eksfoliatif pada bayi baru lahir (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome), impetigo, dan nekrosis pada kulit.

Enterotoksin bakteri Staphylococcus aureus
Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strain Staphylococcus aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin atau lebih. Seperti TSST-1 (Toksin Sindrom-Syok-Toksik-1), enterotoksinnya merupakan superantigen. Enterotoksin tahan terhadap panas dan resisten terhadap kerja enzim usus. Enterotoksin merupakan penyebab penting keracunan makanan, enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
Enterotoksin ini terbentuk jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid yang mengandung CO2 30%. Toksin ini terdiri atas protein yang bersifat berikut ini :
·         Non hemolitik
·         Non dermonekrotik
·         Non paralitik
·         Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
·         Tahan terhadap pepsin dan tripsin
Belum ditemukan cara yang mudah untuk mendeteksi bakteri Staphylococcus yang mengandung enterotoksin, tetapi ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dengan koagulase.

Patogenesis
            Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis infeksi pada manusia, antara lain infeksi pada kulit, bisul, dan furunkulosis; infeksi yang lebih serius, pneumonia, mastitis, flebitis, dan meningitis; dan infeksi pada saluran urine. Selain itu, Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi kronis, seperti osteomielitis dan endokarditis.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi nosokomial akibat luka operasi dan pemakaian alat pemakaian perlengkapan perawatan rumah sakit. Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan keracunan makanan akibat enterotoksin yang dihasilkannya dan menyebabkan sindrom renjat toksik (toxic shock syndrome) akibat pelepasan seperantigen ke dalam aliran darah.

Faktor Virulensi Staphylococcus aureus
            Staphylococcus aureus memiliki beberapa faktor virulensi sebagai berikut:
1.      Protein permukaan yang berfungsi untuk memudahkan kolonisasi pada jarinagan inang.
2.      Beberapa protein invasin berfungsi untuk membantu invasi dan penyebaran bakteri ke dalam tubuh, leukosidin, kinase, dan hialuronidase.
3.      Beberapa faktor permukaan yang dapat menghambat fagositosis, seperti simpai dan protein A.
4.      Zat biokimia lain yang diproduksi untuk meningkatkan pertahanan terhadap fagositosis, seperti karotenoid dan katalase.
5.      Enzim koagulase dan faktor pembeku (clotting factor) mempengaruhi kerja imunoglobulin tertentu.
6.      Beberapa toksin yang berfungsi untuk melisiskan membran sel inang, seperti hemolisin, leukotoksin, dan leukosidin.
7.      Beberapa eksotoksin yang mamou merusak jaringan sel inang sehingga dapat memperberat gejala penyakit.
8.      Gen resistensi terhadap antimikroba tertentu sehingga bakteri kebal terhadap antimikroba tersebut.

Mekanisme infeksi
1.      Perlekatan pada protein sel inang
Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein tersebut adalah laminin dan fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan jaringan.
2.      Invasi
Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting  dalam proses invasi Staphylococcus aureus adalah α-toksin, β-toksin, δ-toksin, γ-toksin, leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim (protease, lipase, DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak).

3.      Perlawanan terhadap ketahanan inang
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki Staphylococcus aureus yaitu : simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin.

4.      Pelepasan beberapa jenis toksin
Pelepasan beberapa jenis toksin diantaranya yaitu eksotoksin, superantigen, dan toksin eksfoliatin.


Gambaran Klinis Infeksi Staphylococcus aureus
Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus sp adalah :
1.      Impetigo
Adalah penyakit infeksi kulit yang menimbulkan bintil-bintil yang berisi nanah.
2.      Folikulitis
Adalah infeksi superfisial pada folikel-folikel rambut dan mengeluarkan pustula yang berwarna putih.
3.      Furunkel
Adalah infeksi Staphylococcus aureus yang menginvasi bagian dalam dari bagian rambut. Furunkel merupakan peradangan yang disertai pembengkakan dan menyakitkan.
4.      Karbunkel
Adalah radang dibawah kulit yaitu kumpulan peradangan yang terikat satu dengan yang lain di bawah kulit.
5.      Hidradengitis
Adalah infeksi kelenjar tertentu di wilayah ketiak dan alat genital.
6.      Mastitis
Adalah infeksi pada payudara, yang terjadi pada payudara ibu yang sedang menyusui melalui luka puting pada payudara.
7.      Endokarditis
Infeksi pada katup jantung yang disebabkan karena Staphylococcus aureus menyerang endokardium yang merupakan bagian terdalam dari jantung. Kondisi ini menyebabkan kerusakan permanen pada jantung.
8.    Osteomielitis
Adalah infeksi pada tulang dan pada otot di sekitar tulang.
9.      Artritis Septik
Merupakan infeksi Staphylococcus yang menyebar ke pembuluh darah, tangan, kaki, dan punggung tempat abses kemudian berkembang. Bagian yang terinfeksi akan membengkak dan berisi nanah.
10.  Pneumonia
Infeksi Staphylococcus aureus pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia.
11.  Sindrom kulit terbakar (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)
Merupakan infeksi pada kulit yang mengelupas seperti terbakar. Infeksi biasanya berupa keropeng yang terisolasi yang menyerupai impetigo dan biasa terjadi pada bayi pada daerah yang tertutup popok atau di sekitar tali pusar.
12.  Sindrom renjat toksik
Sindrom infeksi ini menyebabkan demam tinggi, tekanan darah rendah, kulit terkelupas, dan kerusakan organ tertentu. Sindrom ini dapat mengakibatkan kematian.
13.  Keracunan makanan
Keracuanan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dikarenakan toksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus ditandai dengan gejala mual, muntah, kejang perut, dan diare.
Kasus infeksi Staphylococcus aureus (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)
Seorang bayi laki-laki usia 10 hari masuk rumah sakit di laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta ( RSDM ) pada tanggal 13 Mei 1992. Keluhan utama (dari orang tua) adalah kulit bayi mengelupas pada hampir seluruh tubuh serta kemerahan, dan bayi dalam keadaan rewel, dan suhu tubuhnya panas.
Riwayat Penyakit
            Dari allo anamnesis orang tua didapatkan bahwa penderita lahir cukup bulan dengan pertolongan dukun di rumah sendiri. Pada saat berusia 7 hari, kulit bayi mulai terlihat kemerahan pada wajah dan lipatan-lipatan kulit di badan. Kemudian timbul lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dengan dinding kendor yang semakin lama semakin banyak dan meluas ke seluruh tubuh. Lepuh-lepuh bertambah lebar dan kemudian memecah sehingga kulit tamoak mengelupas serta berwarna kemerahan. Sehari kemudian penderita mulai demam dan rewel.
            Oleh karena badan semakin panas dan semakin rewel penderita di bawa ke Puskesmas dan kemudian dirujuk ke RSDM.
Setelah dilakukan pemeriksaan laboraorium, penderita didiagnosa mengalami sepsis dengan dermatitia eksfoliatif general. Kemudian dilakukan pengobatan dan perawatan tetapi kondisi penderita semakin menurun atau tidak perbaikan dan pada tanggal 20 Mei 1992 penderita meninggal dunia.

Mekanisme infeksi





Gejala
-          Deskuamasi kulit yang meluas
-          Erosi kulit yang meluas
-          Eritematous
-          Suhu tubuh tinggi
-          Kulit kemerahan
-          Kulit kendor

Pemeriksaan Laboratorium
            Sampel darah pasien dilakukan kultur pada media penyubur kaldu pepton. Kemudian diinkubasi, pada hari berikutnya dilakukan pengecatan Gram menunjukkan hasil bakteri Gram (+) coccus, bergerombol dan juga dilakukan kultur pada media agar darah. Setelah diinkubasi selama satu hari dilakukan Tes Katalase dan menunjukkan hasil positif. Kemudian dilakukan inokulasi pada media Nutrien Agar miring untuk mengamati adanya pigmen. Pada hari berikutnya didapatkan koloni bakteri dengan pigmen kuning emas dan Tes Koagulase menunjukkan hasil positif.

Pencegahan
            Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan sterilitas peralatan medis yang digunakan saat proses persalinan. Disarankan untuk melakukan proses persalinan secara medis (di puskesmas, rumah sakit).

Resistensi Staphylococcus Aureus Terhadap Antimikroba
            Galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari rumah sakit umumnya telah resisten terhadap antimikroba, bahkan telah resisten terhadap semua antibiotik yang beredar, kecuali terhadap vankomisin. Galur Staphylococcus aureus yang resisten terhadap vankomisin masih jarang dilaporkan. Galur MRSA (Methilsillin Resistant Staphylococcus aureus) merupakan penyebab utama infeksi nosokomial yang bersifat multiresisten terhadap antibiotik, bahkan telah resisten terhadap antiseptik golongan ammonium kuartener sehingga dapat bertahan hidup di lingkungan rumah sakit.
MRSA adalah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antimikroba bercincin β-lactam yang dapat menimbulkan infeksi pada luka pasca operasi. Dalam perkembangannya muncul resistensi juga terhadap quinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, bahkan vankomisin. MRSA dapat didiagnosis dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau kultur dengan CHROMagar MRSA. Lima mililiter sampel darah atau sekret penderita dari luka operasi dimasukkan ke dalam botol Bactec 9050. Apabila muncul pertumbuhan bakteri, digoreskan menggunakan ohse pada permukaan media agar darah (blood agar), lalu diinkubasi selama 48 jam pada temperatur 35oC.
Koloni tersangka Staphylococcus aureus diberi pewarnaan Gram dan diamati morfologinya. Bentuknya secara makroskopis bulat, tidak mucoid, merah muda, tepi rata, permukaan halus dan terdapat zona hemolisis. Selanjutnya dilakukan uji katalase positif (timbul gelembung udara) dan uji koagulase plasma pada kaca objek dengan hasil positif terbentuknya suatu penggumpalan.
Uji sensitivitas berdasarkan cara difusi agar menurut metode Kirby-Bauwer. Dilakukan pula identifikasi dan konfirmasi MRSA melalui pola resistensinya, khususnya terhadap golongan metisilin dan oksasilin. Daerah hambat kuman di sekitar disc atau cakram antibiotk diukur diameternya sesuai NCCLS (National Committe for Clinical Laboratory Standart). Cakram antibiotik yang kini sering digunakan adalah oksasilin atau sefoksitin. MRSA dapat menyebabkan :
1.      Infeksi kulit seperti bisul dam impetigo.
2.      Infeksi di bawah kulit.
3.      Infeksi yang lebih parah pada tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh yang lainnya.

Pengobatan
Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untuk memilih antibiotik yang tepat untuk mengatasi infeksi. Penisilin atau derivatnya dapat diberikan, kecuali pada pasien yang alergi. Terapi oral penisilin semisintetik, seperti kloksasilin atau dikloksasilin, cukup berhasil untuk infeksi akut. Oksasilin dan nafsilin tidak dianjurkan untuk terapi oral karena absorpsinya kurang baik dalam saluran cerna. Jika menderita alergi pada penisilin, eritromisin dapat digunakan.
 Pengobatan parenteral dengan injeksi nafsilin atau oksasilin dianjurkan untuk infeksi Staphylococcus yang berat dan sistemik. Untuk pasien yang alergi, dapat digunakan dengan vankomisin atau sefalosporin. Pemberian antibiotik kadang kala harus dilengkapi dengan tindakan beda, baik untuk pengeringan abses maupun untuk nekrotomi.


Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia untuk menstimulasi kekebalan tubuh manusia melawan infeksi Staphylococcus. Serum hiperimun manusia dapat diberikan pada pasien rumah sakit sebelum tindakan bedah. Upaya pengembangan vaksin dapat dilakukan jika telah diketahui mekanisme monokuler interaksi antara protein adhesin Staphylococcus dan reseptor spesifik pada jaringan inang. Komponen yang dapat menghambat ineraksi tersebut sehingga dapat mencegah penempelan dan kolonisasi bakteri kemungkinan akan dirancang. Beberapa upaya pencegahan infeksi :
1.      Petugas kesehatan selalu menjaga kebersihan / sanitasi, peralatan medis yang digunakan, dan kamar operasi.
2.      Fasilitas penunjang kebersihan seperti adanya wastafel, handuk bersih, sabun cuci tangan, desinfektan, antiseptik, dll.
3.      Pengetahuan mengenai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.
4.      Kesadaran untuk memperhatikan kebersihan diri dalam pencegahan infeksi




DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, Ernest,. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Bakteriologi Klinik. Jakarta : Depkes RI.
DR. Maksum Radji, M. Biomed. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiwa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta : EGC.
Disyadi Nurkusuma, Dudy. 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Pada Kasus Infeksi Luka Pasca Operasi di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Kariadi Semarang. Semarang : Undip.
Diakses dari eprints.undip.ac.id/28863/1/Dudy_Disyadi_Nurkusuma.tesis tanggal 2 Oktober 2012 pukul 19.45 WIB
Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M. Goedadi Hadilukito. 1995. Staphylococcus Scalded Skin Syndrome pada Bayi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Diakses dari http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_098_adis_dan_kulit.pdf  tanggal 8 Oktober 2012 pukul 20.45 WIB




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laboratorium Parasitologi Representatif

BAB I PENDAHULUAN Parasitologi adalah adalah suatu ilmu cabang biologi yang mempelajari tentang semua organisme parasit. Dalam ...