STAPHYLOCOCCUS
AUREUS
Taksonomi/ Klasifikasi
• Divisi
:
Procaryotae
• Class
:
Schizomycetes
• Ordo
:
Eubacteriales
• Famili
:
Micrococcaceae
• Genus
:
Staphylococcus
• Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus
aureus merupakan spesies dari genus bakteri
Staphylococcus, dan termasuk dalam famili Micrococcaceae. Staphylococcus
berasal dari kata Yunani yaitu Staphyle yang berarti anggur dan coccus yang
berarti bulat atau bola, sedangkan aureus berarti emas seperti matahari. Staphylococcus aureus berarti bakteri
yang berbentuk bulat atau bola yang tersusun bergerombol menyerupai buah anggur
dan menghasilkan pigmen yang berwarna kuning emas. Staphylococcus bersifat Gram-positif,
selnya berdiameter 0,8 – 1,0 mikron , tidak berflagel, dan tidak berspora. Bakteri
ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen.
Staphylococcus
aureus dapat tumbuh pada suhu 15-450C dan dalam
NaCl berkonsentrasi 15 %. Pembentukan pigmen akan sangat baik jika koloni tersebut
tumbuh pada media Nutrien Agar miring. Koloni yang masih sangat muda tidak
berwarna. Staphylococcus aureus ini
bersifat hemolitik pada agar darah. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri patogen pada kulit. Infeksinya dapat menyebabkan
kelainan pada kulit.
Struktur
antigen
Bakteri Staphylococcus
mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik. Sebagian besar
bahan ekstraselluler yang dihasilkan bakteri ini juga bersifat antigenik.
Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen adalah polisakarida A dan
yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen adalah polisakarida B.
Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat larut dalam asam
triklorasetat. Antigen ini merupakan komponen peptidoglikan yang dapat
menghambat fagositosis. Bakteriofaga terutama menyerang bagian ini. Antigen
protein A berada di luar antigen polisakarida. Kedua antigen ini membentuk
dinding sel bakteri.
Metabolit
nontoksin bakteri Staphylococcus aureus
1.
Antigen Permukaan
Antigen
ini berfungsi untuk mencegah reaksi serangan faga, mencegah reaksi koagulase
dan mencegah fagositosis.
2.
Koagulase
Enzim
ini dapat menggumpalkan oksalat plasma sitrat plasma karena faktor koagulase
reaktif dalam serum. Faktor koagulase reaktif bereaksi koagulase dan
menghasilkan suatu esterase yang dapat membangkitkan aktivitas penggumpalan
sehingga terjadi deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat
menghambat fagositosis.
3.
Hiluronidase
Enzim
ini terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif. Penyebaran bakteri
dipermudah dengan adanya enzim ini. Oleh karena itu enzim ini disebut juga
sebagai faktor penyebar.
4.
Fibrinolisin
Enzim
ini melisiskan bekuan darah dalam pembuluh darah yang sedang meradang sehingga
bagian-bagian bekuan yang penuh bakteri terlepas dan menyebabkan lesi
metastatik di tempat lain.
5.
Gelatinase dan Protease
Gelatinase
adalah enzim yang dapat mencairkan gelatin. Protease adalah enzim yang dapat
menekrosis jaringan termasuk tulang.
6.
Lipase dan Tributirinase
Lipase
terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif, tetapi tidak mempunyai
peranan yang spesifik. Tributirinase adalah enzim yang dapat menyebabkan
terjadi pemisahan lemak dalam perbenihan kaldu yang mengandung glukosa dan
kuning telur.
7.
Fosfatase, Lisozim, dan Penicillinase
Patogenitas
bakteri berkaitan dengan aktivitas fosfatase dan pembentukan koagulase. Tetapi
pemeriksaan fosfatase lebih sulit dilakukan. Lisozim dibuat oleh sebagian besar
jenis koagulase positif dan penting untuk menentukan patogenitas bakteri.
Penisillinase diproduksi oleh beberapa Staphylococcus untuk mempertahankan diri
dari antibiotik beta-laktam.
8.
Peroksidase
Enzim ini dibuat
oleh Staphylococcus dan Micrococcus, sedangkan Pneumococcus dan Streptococcus
tidak memproduksi peroksidase. Keberadaan enzim ini dapat diketahui dengan
menuangkan larutan H2O2 3% pada koloni Staphylococcus
berumur 24 jam dan akan timbul gelembung udara.
Eksotoksin
bakteri Staphylococcus aureus
1.
α-Hemolisin
Merupakan
protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membran sel eukariot.
Toksin
ini bersifat sebagai berikut :
-
Melisiskan sel darah merah kelinci,
kambing, domba,dan sapi.
-
Tidak melisiskan sel darah merah manusia,
karena pada manusia toksin ini sensitif terhadap trombosit dan monosit.
-
Menyebabkan nekrosis pada kulit hewan
dan manusia.
-
Dapat membunuh manusia dan hewan apabila
terdapat dalam dosis yang cukup besar.
-
Menghancurkan sel darah putih kelinci.
-
Bersifat sitotoksik terhadap biakan
jaringan mamalia.
Semua
sifat tersebut dapat dinetralkan oleh imunoglobulin G ( IgG ), tetapi tidak
dapat dinetralkan oleh IgA dan IgM.
2.
β-Hemolisin
Toksin
ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang berasal dari hewan.
β-hemolisin dapat melisiskan sel darah domba dan sapi. Lisis terjadi setelah
inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C dan 18 jam pada suhu 100C.
Toksin dapt dibuat toksoid. β-hemolisin dapat menguraikan sfingomielin sehingga
toksik untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia
3.
γ-Hemolisin
Toksin
ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan hewan.
4.
δ-Hemolisin
Toksin
ini bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen
nonionik. Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan pada
penyakit diare akibat Staphylococcus
aureus.
5.
Leukosidin
Toksin
ini dapat merusak sel darah putih berbagai jenis binatang. Ada tiga tipe leukosidin
yaitu :
·
Toksin yang identik dengan α-Hemolisin
·
Toksin yang identik dengan δ-hemolisin,
bersifat termostabil, dan menyebabkan perubahan morfologi semua tipe sel darah
putih, kecuali yang berasal dari domba.
·
Toksin yang hanya merusak sel darah putih
manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik. Toksin ini terdapat pada 40 – 50
% jenis Staphylococcus.
6.
Sitotoksin
Toksin
ini mempengaruhi arah gerak sel darh putih dan bersifat termostabil.
7.
Toksin eksfoliatin
Toksin
Staphylococcus ini merupakan suatu protein ekstraselluler yang tahan panas
tetapi tidak tahan asam dan dapat menyebabkan dermatitis eksfoliatif pada bayi
baru lahir (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome), impetigo, dan nekrosis pada
kulit.
Enterotoksin
bakteri Staphylococcus aureus
Terdapat berbagai
enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strain Staphylococcus aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin atau
lebih. Seperti TSST-1 (Toksin Sindrom-Syok-Toksik-1), enterotoksinnya merupakan
superantigen. Enterotoksin tahan terhadap panas dan resisten terhadap kerja
enzim usus. Enterotoksin merupakan penyebab penting keracunan makanan,
enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus
aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
Enterotoksin ini
terbentuk jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid yang mengandung CO2
30%. Toksin ini terdiri atas protein yang bersifat berikut ini :
·
Non hemolitik
·
Non dermonekrotik
·
Non paralitik
·
Termostabil, dalam air mendidih tahan
selama 30 menit
·
Tahan terhadap pepsin dan tripsin
Belum ditemukan cara
yang mudah untuk mendeteksi bakteri Staphylococcus yang mengandung
enterotoksin, tetapi ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dengan
koagulase.
Patogenesis
Staphylococcus aureus menyebabkan
berbagai jenis infeksi pada manusia, antara lain infeksi pada kulit, bisul, dan
furunkulosis; infeksi yang lebih serius, pneumonia, mastitis, flebitis, dan
meningitis; dan infeksi pada saluran urine. Selain itu, Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi kronis, seperti
osteomielitis dan endokarditis.
Staphylococcus
aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi
nosokomial akibat luka operasi dan pemakaian alat pemakaian perlengkapan
perawatan rumah sakit. Staphylococcus
aureus juga dapat menyebabkan keracunan makanan akibat enterotoksin yang
dihasilkannya dan menyebabkan sindrom renjat toksik (toxic shock syndrome)
akibat pelepasan seperantigen ke dalam aliran darah.
Faktor
Virulensi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus memiliki beberapa
faktor virulensi sebagai berikut:
1.
Protein permukaan yang berfungsi untuk
memudahkan kolonisasi pada jarinagan inang.
2.
Beberapa protein invasin berfungsi untuk
membantu invasi dan penyebaran bakteri ke dalam tubuh, leukosidin, kinase, dan
hialuronidase.
3.
Beberapa faktor permukaan yang dapat
menghambat fagositosis, seperti simpai dan protein A.
4.
Zat biokimia lain yang diproduksi untuk
meningkatkan pertahanan terhadap fagositosis, seperti karotenoid dan katalase.
5.
Enzim koagulase dan faktor pembeku
(clotting factor) mempengaruhi kerja imunoglobulin tertentu.
6.
Beberapa toksin yang berfungsi untuk
melisiskan membran sel inang, seperti hemolisin, leukotoksin, dan leukosidin.
7.
Beberapa eksotoksin yang mamou merusak
jaringan sel inang sehingga dapat memperberat gejala penyakit.
8.
Gen resistensi terhadap antimikroba
tertentu sehingga bakteri kebal terhadap antimikroba tersebut.
Mekanisme
infeksi
1.
Perlekatan pada protein sel inang
Struktur
sel Staphylococcus aureus memiliki
protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein
tersebut adalah laminin dan fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler
pada permukaan epitel dan endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan
protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada
darah dan jaringan.
2.
Invasi
Invasi
Staphylococcus aureus terhadap
jaringan inang melibatkan sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler.
Beberapa protein yang berperan penting
dalam proses invasi Staphylococcus
aureus adalah α-toksin, β-toksin, δ-toksin, γ-toksin, leukosidin,
koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim (protease, lipase, DNAse, dan
enzim pemodifikasi asam lemak).
3.
Perlawanan terhadap ketahanan inang
Staphylococcus
aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap
mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki Staphylococcus aureus yaitu : simpai
polisakarida, protein A, dan leukosidin.
4.
Pelepasan beberapa jenis toksin
Pelepasan
beberapa jenis toksin diantaranya yaitu eksotoksin, superantigen, dan toksin
eksfoliatin.
Gambaran
Klinis Infeksi Staphylococcus aureus
Beberapa jenis penyakit
yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus
sp adalah :
1.
Impetigo
Adalah
penyakit infeksi kulit yang menimbulkan bintil-bintil yang berisi nanah.
2.
Folikulitis
Adalah
infeksi superfisial pada folikel-folikel rambut dan mengeluarkan pustula yang
berwarna putih.
3.
Furunkel
Adalah
infeksi Staphylococcus aureus yang
menginvasi bagian dalam dari bagian rambut. Furunkel merupakan peradangan yang
disertai pembengkakan dan menyakitkan.
4.
Karbunkel
Adalah
radang dibawah kulit yaitu kumpulan peradangan yang terikat satu dengan yang
lain di bawah kulit.
5.
Hidradengitis
Adalah
infeksi kelenjar tertentu di wilayah ketiak dan alat genital.
6.
Mastitis
Adalah
infeksi pada payudara, yang terjadi pada payudara ibu yang sedang menyusui
melalui luka puting pada payudara.
7.
Endokarditis
Infeksi
pada katup jantung yang disebabkan karena Staphylococcus
aureus menyerang endokardium yang merupakan bagian terdalam dari jantung.
Kondisi ini menyebabkan kerusakan permanen pada jantung.
8. Osteomielitis
Adalah
infeksi pada tulang dan pada otot di sekitar tulang.
9.
Artritis Septik
Merupakan
infeksi Staphylococcus yang menyebar ke pembuluh darah, tangan, kaki, dan
punggung tempat abses kemudian berkembang. Bagian yang terinfeksi akan
membengkak dan berisi nanah.
10.
Pneumonia
Infeksi
Staphylococcus aureus pada paru-paru
dapat menyebabkan pneumonia.
11.
Sindrom kulit terbakar (Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome)
Merupakan
infeksi pada kulit yang mengelupas seperti terbakar. Infeksi biasanya berupa
keropeng yang terisolasi yang menyerupai impetigo dan biasa terjadi pada bayi
pada daerah yang tertutup popok atau di sekitar tali pusar.
12.
Sindrom renjat toksik
Sindrom
infeksi ini menyebabkan demam tinggi, tekanan darah rendah, kulit terkelupas,
dan kerusakan organ tertentu. Sindrom ini dapat mengakibatkan kematian.
13.
Keracunan makanan
Keracuanan
makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dikarenakan toksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus ditandai dengan gejala mual, muntah, kejang
perut, dan diare.
Gejala
-
Deskuamasi kulit yang meluas
-
Erosi kulit yang meluas
-
Eritematous
-
Suhu tubuh tinggi
-
Kulit kemerahan
-
Kulit kendor
Pemeriksaan
Laboratorium
Sampel darah
pasien dilakukan kultur pada media penyubur kaldu pepton. Kemudian diinkubasi,
pada hari berikutnya dilakukan pengecatan Gram menunjukkan hasil bakteri Gram
(+) coccus, bergerombol dan juga dilakukan kultur pada media agar darah.
Setelah diinkubasi selama satu hari dilakukan Tes Katalase dan menunjukkan
hasil positif. Kemudian dilakukan inokulasi pada media Nutrien Agar miring
untuk mengamati adanya pigmen. Pada hari berikutnya didapatkan koloni bakteri
dengan pigmen kuning emas dan Tes Koagulase menunjukkan hasil positif.
Pencegahan
Pencegahan dapat
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan sterilitas peralatan medis yang
digunakan saat proses persalinan. Disarankan untuk melakukan proses persalinan
secara medis (di puskesmas, rumah sakit).
Resistensi
Staphylococcus Aureus Terhadap
Antimikroba
Galur
Staphylococcus aureus yang diisolasi
dari rumah sakit umumnya telah resisten terhadap antimikroba, bahkan telah
resisten terhadap semua antibiotik yang beredar, kecuali terhadap vankomisin.
Galur Staphylococcus aureus yang
resisten terhadap vankomisin masih jarang dilaporkan. Galur MRSA (Methilsillin
Resistant Staphylococcus aureus) merupakan penyebab utama infeksi
nosokomial yang bersifat multiresisten terhadap antibiotik, bahkan telah
resisten terhadap antiseptik golongan ammonium kuartener sehingga dapat
bertahan hidup di lingkungan rumah sakit.
MRSA adalah Staphylococcus aureus yang resisten
terhadap antimikroba bercincin β-lactam yang dapat menimbulkan infeksi pada
luka pasca operasi. Dalam perkembangannya muncul resistensi juga terhadap
quinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, bahkan vankomisin. MRSA dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau kultur
dengan CHROMagar MRSA. Lima mililiter sampel darah atau sekret penderita dari
luka operasi dimasukkan ke dalam botol Bactec
9050. Apabila muncul pertumbuhan bakteri, digoreskan menggunakan ohse pada
permukaan media agar darah (blood agar),
lalu diinkubasi selama 48 jam pada temperatur 35oC.
Koloni tersangka Staphylococcus aureus diberi pewarnaan Gram dan diamati morfologinya. Bentuknya
secara makroskopis bulat, tidak mucoid, merah muda, tepi rata, permukaan halus
dan terdapat zona hemolisis. Selanjutnya dilakukan uji katalase positif (timbul
gelembung udara) dan uji koagulase plasma pada kaca objek dengan hasil positif
terbentuknya suatu penggumpalan.
Uji sensitivitas
berdasarkan cara difusi agar menurut metode Kirby-Bauwer. Dilakukan pula
identifikasi dan konfirmasi MRSA melalui pola resistensinya, khususnya terhadap
golongan metisilin dan oksasilin. Daerah hambat kuman di sekitar disc atau
cakram antibiotk diukur diameternya sesuai NCCLS (National Committe for
Clinical Laboratory Standart). Cakram antibiotik yang kini sering digunakan
adalah oksasilin atau sefoksitin. MRSA dapat menyebabkan :
1. Infeksi
kulit seperti bisul dam impetigo.
2. Infeksi
di bawah kulit.
3. Infeksi
yang lebih parah pada tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh yang lainnya.
Pengobatan
Uji sensitivitas
antibiotik diperlukan untuk memilih antibiotik yang tepat untuk mengatasi
infeksi. Penisilin atau derivatnya dapat diberikan, kecuali pada pasien yang
alergi. Terapi oral penisilin semisintetik, seperti kloksasilin atau
dikloksasilin, cukup berhasil untuk infeksi akut. Oksasilin dan nafsilin tidak
dianjurkan untuk terapi oral karena absorpsinya kurang baik dalam saluran
cerna. Jika menderita alergi pada penisilin, eritromisin dapat digunakan.
Pengobatan parenteral dengan injeksi nafsilin
atau oksasilin dianjurkan untuk infeksi Staphylococcus
yang berat dan sistemik. Untuk pasien yang alergi, dapat digunakan dengan
vankomisin atau sefalosporin. Pemberian antibiotik kadang kala harus dilengkapi
dengan tindakan beda, baik untuk pengeringan abses maupun untuk nekrotomi.
Pencegahan
Belum ada vaksin yang
tersedia untuk menstimulasi kekebalan tubuh manusia melawan infeksi Staphylococcus. Serum hiperimun manusia
dapat diberikan pada pasien rumah sakit sebelum tindakan bedah. Upaya
pengembangan vaksin dapat dilakukan jika telah diketahui mekanisme monokuler
interaksi antara protein adhesin
Staphylococcus dan reseptor spesifik pada jaringan inang. Komponen yang
dapat menghambat ineraksi tersebut sehingga dapat mencegah penempelan dan
kolonisasi bakteri kemungkinan akan dirancang. Beberapa upaya pencegahan
infeksi :
1.
Petugas kesehatan selalu menjaga
kebersihan / sanitasi, peralatan medis yang digunakan, dan kamar operasi.
2.
Fasilitas penunjang kebersihan seperti
adanya wastafel, handuk bersih, sabun cuci tangan, desinfektan, antiseptik,
dll.
3.
Pengetahuan mengenai tindakan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
4.
Kesadaran untuk memperhatikan kebersihan
diri dalam pencegahan infeksi
DAFTAR
PUSTAKA
Jawetz, Ernest,. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Bakteriologi Klinik. Jakarta : Depkes
RI.
DR. Maksum Radji, M. Biomed. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiwa
Farmasi dan Kedokteran. Jakarta : EGC.
Disyadi Nurkusuma, Dudy. 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) Pada Kasus Infeksi Luka Pasca Operasi di Ruang Perawatan
Bedah Rumah Sakit Kariadi Semarang. Semarang : Undip.
Diakses
dari eprints.undip.ac.id/28863/1/Dudy_Disyadi_Nurkusuma.tesis tanggal 2 Oktober
2012 pukul 19.45 WIB
Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M.
Goedadi Hadilukito. 1995. Staphylococcus
Scalded Skin Syndrome pada Bayi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Diakses
dari http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_098_adis_dan_kulit.pdf tanggal 8 Oktober 2012 pukul 20.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar