A. DENATURASI
Denaturasi
protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur
sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan
ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses
terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya
lipatan atau wiru molekul protein (Sumardjo,
2008).
1. Faktor – Faktor Penyebab
Protein
memiliki beberapa sifat khusus, antara lain protein memiliki kemampuan untuk
mengangkut oksigen dan lipida, memiliki kelarutan tertentu dalam garam encer
maupun asam encer, dan berfungsi sebagai enzim atau hormon. Protein yang
dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet, pengocokan yang kuat (perlakuan
mekanik), dan bahan – bahan kimia tertentu dapat mengalami denaturasi.
Denaturasi
protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan panas, pH,
bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing – masing cara mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap denaturasi protein. Senyawa kimia seperti urea dan garam
dapat memecah ikatan hidrogen yang menyebabkan denaturasi protein karena dapat
memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya larut gugus hidrofobik dalam
air. Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi karena senyawa pada
deterjen dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik
sehingga terjadi denaturasi. Selain deterjen dan sabun, aseton dan alkohol juga
dapat menyebabkan denaturasi (Winarno, 2008).
2. Mekanisme Denaturasi
a.
Denaturasi karena logam berat
Garam logam
berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2,
Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat
atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan
mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E.,
2003). Protein
akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion
positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan
negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena
protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein
adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++,
Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan
sulfosalisilat.
b.
Denaturasi karena Panas
Panas dapat
digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar.
Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat
sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi
dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna
protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami
protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida.
Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
c.
Denaturasi karena Asam dan basa
Protein akan
mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein
mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam dan
basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe
reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam
berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau
basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam
lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.
3. Dampak yang ditimbulkan pada produk
Dampak yang ditimbulkan karena
proses denaturasi adalah misalnya pada produk daging, Perubahan pH
menyebabkan sebagian protein terdenaturasi dan perubahan muatan protein.
Perubahan muatan protein akan mengubah jarak antar serat-serat daging sehingga
mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya yang akan
mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual (Chayati,
2009).
B.
KOAGULASI
Koagulasi adalah
peristiwa pembentukan atau penggumpulan partikel-partikel
kecil menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa
pengumpulan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang
lebih besar sehingga cepat mengendap. Tawas dan kapur merupakan zat
koagulan dan flokulan yang telah banyak digunakan dalam
proses koagulasi (Putra, 2009).
1. Faktor – Faktor Penyebab
a. Pemanasan
Pengaruh
utama perlakuan panas adalah denaturasi protein, yaitu proses yang menyebabkan
mikroba dan sejumlah enzim lain tidak aktif. Kebanyakan protein akan
terkoagulasi jika dipanaskan. Misalnya pada telur. Jika telur dimasak, protein
dalam bagian putih dan kuningnya akan terkoagulasi. Protein dalam putih telur
akan terlebih dahulu terkoagulasi lebih awal pada suhu 60°C dan bagian kuning
akan terkoaglasi pada suhu 65 – 68 °C. Proses koagulasi dapat diterapkan dalam
membuat beberapa masakan seperti puding telur dan cake sepon.
b. Asam
Jika
susu menjadi asam, bakteri dalam susu memfermentasi laktosa, menghasilkan asam
laktat. Derajat keasaman susu menurun menyebabkan protein susu, yaitu kasein,
mengkoagulasi. Starter (bibit awal) yang digunakan dalam pembuatan
beberapa susu olahan seperti yogurt dan keju terdiri atas bakteri yang
memfermentasi laktosa. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri adalah penyebab
koagulasi susu sehingga terbentuk dadih (curd).
c. Enzim
Rennin
yang secara komersial dikenal sebagai rennet adalah enzim yang dapat
mengkoagulasi protein. Rennet digunakan untuk membuat susu kental asam (junket)
yaitu susu yang digumpalkan atau dikoagulasikan. Renin juga dapat digunakan
bersamaan dengan bakteri untuk membentuk dadih dalam pembuatan keju.
d. Perlakuan
Mekanis
Perlakuan
mekanis seperti mnegocok putih telur menyebabkan terjadinya koagulasi parsial
pada protein. Ini digunakan dalam pembuatan meringue (sejenis kembang
gula dengan putih telur).
e. Penambahan
Garam
Garam
– garam tertentu seperti NaCl dapat mengkoagulasikan protein. Jika garam
ditambahkan pada air yang digunakan untuk merebus telur, putih telurnya tidak
akan hilang jika kulit telurnya pecah. Dalam pembuatan keju, garam sering
ditambahkan pada dadih untuk mengeraskan dan juga menekan pertumbuhan
mikroorganisme.
2. Mekanisme Koagulasi (Budi, 2006) :
Secara Fisik
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti kenaikan suhu sistem koloid
menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air
bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi
padapermukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan, contohnya darah. Jika
prose pengadukan, contohnya tepung kanji, proses pendinginan contohnya
agar-agar.
Sedangkan secara
kimia seperti penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam). Contoh: susu +
sirup masam —> menggumpal lumpur + tawas —> menggumpal Pencampuran
koloid yang berbeda muatan dan penambahna zat kimia koagulan. Contoh: Fe(OH)3
yang bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur As2S3 yang bermuatan
negatif.
3.
Dampak yang ditimbulkan pada produk
Ketika bahan pangan
dicelup dalam telur sebelum digoreng dalam minyak, maka telur akan membentuk
lapisan yang menyelimuti bahan pangan tersebut sehingga minyak tidak terserap
ke dalam bahan makanan.
C. BROWNING NON ENZYMATIC
Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik
oleh polifenol oksidasi. Pada umumnya proses browning sering terjadi pada
buah–buahan seperti pisang, pear, salak, pala, dan apel. Proses browning
terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik. Browning secara
enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa
fenolik (Gulam, 2009).
Browning
non-enzimatik merupakan sebuah proses kimia
yang menghasilkan warna coklat pada makanan tanpa adanya aktivitas enzim. Pada
umumnya ada tiga macam reaksi pencokelatan nonenzimatik yaitu (Winarno, 2008) :
a.
Karamelisasi
Karamelisasi terjadi pada
suatu larutan sukrosa yang diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, begitu
juga titik didihnya sehingga seluruh air akan menguap semua. Bila keadaan
tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan
lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang melebur.
b.
Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah reaksi
antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengangugus amina primer. Gugus
amina primer biasanya terdapat pada bahan awal, yaitusebagai asam amino. Reaksi
tersebut menghasilkan warna coklat, yang seringdikehendaki atau kadang malah
menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat padapemanggangan daging, sate dan
roti adalah warna yang dikehendaki. Sedangkan reaksi Maillard yang tidak
dikehendaki misalnya pada penyimpanan susu evaporasi. Semakintinggi pH dan
suhu, maka warna coklat akan semakin terbentuk. Contoh reaksi maillard adalah
pencoklatan pada pemanggangan daging, penggorengan ubi atau pembuatan roti,
serta kerak coklat keemasan.
c.
Pencoklatan akibat vitamin C
Vitamin C (asam askorbat)
merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai precursor
untuk pembentukan warna coklat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam
keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton
asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa
diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
1.
Faktor – Faktor
Penyebab
Pada umumnya, reaksi
pencoklatan atau browning ada dua jenis, yaitu reaksi pencoklatan
enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan biasa terjadi pada buah –
buahan dan sayur – sayuran seperti pada pisang, peach, salak, pala,
stoberi, dan apel yang memiliki senyawa fenolik. Pembentukan warna coklat
disebabkan karena terjadinya oksidasi senyawa – senyawa fenol dan polifenol
oleh enzim fenolasi dan polifenolase yang membentuk quinon, yang kemudian
berpolimerasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat).
2.
Mekanisme
Pada umumnya ada tiga macam reaksi
pencokelatan nonenzimatik yaitu reaksi millard,karamelisasi, dan pencokelatan
akibat vitamin C. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat
terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonaat, dan
kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencokelatan. Reaksi
maillard berlangsung melalui beberapa tahap yaitu, suatu aldosa bereaksi
bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari protein
sehingga menghasilkan basa Schiff. Perubahan terjadi menurut aksi Amodori
sehingga menjadi amino ketosa. Dehidrasi dari hasil selanjutnya menghasilkan
hasil antara metal α-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan
redukstor-reduktor dan α-dikarboksil seperti metilglioksal, aseton, dan
diasetil. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa
mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau dengan
gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.
Karamelisasi terjadi pada suatu larutan sukrosa yang diuapkan maka
konsentrasinya akan meningkat, begitu juga titik didihnya sehingga seluruh air
akan menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan
diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan
sukrosa yang melebur (Cheng, 2006).
3.
Dampak yang ditimbulkan pada produk
Dampak yang ditimbulkan produk pada
reaksi browning non enzymatic misalnya warna kecoklatan pada permen yang
menggunakan ekstrak bunga rosella. Pencoklatan tersebut merupakan akibat dari
vitamin C. Vitamin C (asam askorbat) merupakan senyawa reduktor dan juga dapat
bertindak sebagai precusor untuk pembentukan warna coklat non enzimatik.
Reaksi yang timbul pada produk akibat reaksi Maillard ialah warna coklat pada
pemanggangan daging, sate dan roti adalah warna yang dikehendaki. Sedangkan
reaksi Maillard yang tidak dikehendaki misalnya pada penyimpanan susu
evaporasi. Semakin tinggi pH dan suhu, maka warna coklat akan semakin
terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Ahmad. 2006. Koagulasi
menngunakan ALUM dan PACI (makara, teknologi, Vol. 7, No3 : 57-61.
Chayati, I. 2009. Bahan Ajar Ilmu Pangan.
Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta
Cheng GW, Crisosto CG. 2006. Browning
potential, phenolic composition, and polyphenoloxidase activity of buffer
extract of peach and nectarine skin tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct. 120
(5):835-838.
Gulam, Togu. 2009. Individual Teks
Book Biokimia Struktur Dan Fungsi. FMIPA UNY. JICA: Yogyakarta.
Putra, S. 2009. Optimasi Tawas dan
Kapur Untuk Koagulasi Air Keruh Dengan Penanda I-131. Seminar Nasional
V. 1
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia :
Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC Emergency Arcan. Jakarta
Winarno, F. 2008. Kimia Pangan dan
Gizi. Bogor : MBrio Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar